بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Senin – Kitab Ad Daa’ wa Ad Dawaa’
Karya: Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah
Syarh oleh: Syeikh Dr. Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullohu taala. (Bag. 64).
Bersama: Ustadz Abu Hazim Syamsuril Wa’di, SH, M.Pd, Ph.D Hafidzahullah
Al Khor, 27 Rabi’ul Awal 1446 / 30 September 2024.
🎞️ Facebook Page Assunnah Qatar
Macam-macam yang Dicintai
📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:
Orang yang berakal tidak memandang nikmatnya kecintaan yang sementara lalu mengedepankannya, juga deritanya kebencian yang sementara lalu menjauhinya karena tindakan tersebut mungkin berdampak buruk bagi dirinya; bahkan bisa jadi mendatangkan puncak kepedihan sekaligus menghilangkan kelezatan yang luar biasa. Akibatnya, orang yang berakal di dunia ini senantiasa berupaya menanggung beban berat lagi dibenci untuk mendapatkan kelezatan sesudahnya, meskipun kelezatan tersebut sebenarnya akan terputus.
Oleh sebab itu, ada empat perkara dalam hal ini:
1) Kebencian yang mengarah kepada kebencian.
2) Kebencian yang mengarah kepada kecintaan.
3) Kecintaan yang mengarah kepada kecintaan.
4) Kecintaan yang mengarah kepada kebencian.
Untuk kecintaan yang mengarah kepada kecintaan, faktor pendorong melakukan perbuatan tersebut terbagi dalam dua sisi. Demikian sebaliknya, untuk kebencian yang mengarah kepada kebencian, faktor pendorong untuk meninggalkan perbuatan juga terdapat dalam dua sisi.
Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :
Untuk kecintaan yang mengarah kepada kecintaan:
1. Sisi yang pertama dari perkara itu sendiri, perbuatan itu dicintai.
2. Sisi kedua, mengarahkan kepada apa yang dicintai.
Untuk kebencian yang mengarah kepada kecintaan:
1. Tidak disukai pada dirinya
2. Mengarahkan kepada yang disukai.
Maka, cinta inilah yang mendorong suatu amal perbuatan menjadi ikhlas dan keterpaksaan itu yang menimbulkan keikhlasan. Demikian juga kesyirikan muncul karena adanya kecintaan.
📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:
Tinggallah dua perkara terakhir (3 dan 4) yang diperebutkan oleh dua faktor pendorong. Keduanya merupakan tempat ujian dan cobaan:
– Jiwa mengedepankan yang paling dekatnya, yaitu yang sifatnya
sementara;
– Sedangkan akal dan iman mengedepankan yang sifatnya
paling bermanfaat dan paling kekal.
Sementara itu, hati berada di antara dua faktor pendorong tersebut, terkadang condong kepada yang ini dan terkadang condong kepada yang itu.
Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :
Yang dekat dengannya maksudnya, karena ada perdebatan dan jiwa mengarahkan kepada yang lebih dekat.
Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Qiyamah 20-21:
كَلَّا بَلْ تُحِبُّونَ ٱلْعَاجِلَةَ
Sekali-kali janganlah demikian. Sebenarnya kamu (hai manusia) mencintai kehidupan dunia,
وَتَذَرُونَ ٱلْءَاخِرَةَ
Dan meninggalkan (kehidupan) akhirat.
Kata عاجلة maksudnya segera, maka, jiwa lebih mengedepankan yang segera yaitu dunia. Kenikmatan dunia inilah yang menghambat kepentingan akhirat dan kenikmatannya.
Orang yang berpandangan sempit akan mendapatkan kenikmatan yang segera. Maka hendaknya kita berpandangan bukan hanya sekarang, karena sesungguhnya orang yang berakal akan berpandangan jauh.
📖 Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah Rahimahullah berkata:
Di sinilah tempat ujan, bailk secara syari’at maupun takdir. Faktor pendorong akal dan iman setiap waktu mengumandangkan: “Mari menuju kemenangan.” “Ketika pagi kaum tersebut memuji perjalanan malam“, sebagaimana seorang hamba memuji ketakwaan ketika kematian.
Pada saat kegelapan malam cinta bertambah, sementara kekuatan syahwat dan keinginan menguat, maka hamba tadi berkata: “Wahai jiwa, bersabarlah. Ini hanyalah beberapa saat saja, dan akan berakhir kemudian. Semua ini akan sirna.”
Syarah oleh Syeikh Abdurrazaq Al-Badr Hafidzahullah :
Hakekat yang sangat penting dan sangat diperhatikan, bagaimana jiwa kita berbicara. Ajak diskusi jiwa kita dan akal kita.
Karena jiwa itu selalu mengajak kepada kenikmatan yang cepat dan hawa nafsu. Stop jika mengarah ke sesuatu yang dilarang dan ingat firman-Nya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Allah menganjurkan bagi orang-orang yang beriman untuk bertakwa dan melihat akan adzab dan selalu mengintrospeksi atas amalan mereka.
Kemudian bicara kepada dirinya agar sadar dan menerima. Timbang baik dan buruknya, tahan untuk maju menuju hal yang buruk.
Ini adalah pandangan yang bagus dimana jangan sampai memiliki tinggi angan-angan, dunia ini cepat sirnanya. Bisa jadi seseorang meletakkan ketergantungan kepada dunia yang sangat banyak, dia memiliki banyak agenda untuk mendapatkan syahwat dunia. Seperti seseorang yang berencana zina, kemudian nyawanya dicabut dan jiwanya berhenti dengan syahwatnya.
Bagi orang yang berakal, akalnya selalu mengekor kepada jiwa dan syahwat yang semu dan menyiapkan dirinya untuk bertemu Allah ﷻ. Umar bin Khattab Radhiyallahu Ta’ala Anhu berkata :
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوها قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا، وَتَأهَّبُوا لِلْعَرْضِ الْأَكْبَرِ
“Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk hari besar ditampakkannya amal”
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم