بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Membahas: Kitab Minhajul Muslim karya Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi Rahimahullah
Bersama Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. Hafidzahullah
Ain Khalid – Doha, 29 Shafar 1445 / 2 September 2024

🎞️ Facebook Assunnah Qatar 

Bagian Kelima: Muamalat | Pasal – Jual Beli – 1

Materi Pertama: Hukum, Hikmah, dan Rukun Jual Beli

A. Hukum Jual Beli

– Secara bahasa, Jual beli atau Al-bai’ (البيع) bermakna mengambil barang atau sesuatu dan memberikan barang yang lain.

– Secara syariat: saling tukar barang yaitu dengan tujuan memiliki.

Jual beli disyariatkan menurut Al-Qur`an, sebagaimana yang tercantum dalam firman Allah ﷻ:

وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟…

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275)

Jual beli juga disyariatkan menurut As-Sunnah, baik dalam bentuk sabda maupun perbuatan Rasulullah. Nabi pernah melakukan transaksi jual beli. Beliau juga bersabda, “Seorang yang bermukim dilarang melakukan jual beli dengan seorang musafir.” (HR. Abu Dawud, 3440, At-Tirmidzi, 1222, 1223, Ibnu Majah, 2175, 2176)

Beliau juga bersabda, “Dua orang yang sedang bertransaksi jual beli berhak atas khiyar selama mereka belum terpisah.” (HR. Al Bukhari, 3/76 77; HR Muslim/17/Al Buyu’; HR At Tirmidzi/1245,1246,1247)

B. Hikmah Jual Beli

Hikmah disyariatkannya jual beli adalah agar orang memperoleh barang yang dibutuhkannya dari tangan orang lain, tanpa ada rasa terpaksa sedikit pun.

C. Rukun Jual Beli

Jual beli terdiri atas lima rukun:

1. Penjual. Dia haruslah pemilik yang sempurna barang yang hendak dijual atau seseorang yang diizinkan untuk menjualkan barang, berakal sehat, cerdas dan tidak bodoh (Safih).

– Memiliki barang yang sempurna artinya barang tersebut adalah miliknya dan tidak gharar (tidak jelas atau tidak pasti).

2. Pembeli. Dia adalah orang yang dibolehkan bertransaksi, yaitu bukan seorang yang bodoh dan bukan anak kecil yang tidak diizinkan untuk melakukan aktivitas membeli.

3. Barang yang diperjualbelikan. Harus berupa sesuatu yang memiliki harga, mubah diperjualbelikan, suci, dapat diserahterimakan dan diketahui oleh pembeli, walaupun hanya penjelasan tentang bentuk dan manfaat barang tersebut.

– Biasanya jual beli yang termasuk dalam penjelasan ini adalah jual beli Salam. Jual beli salam merupakan jenis akad jual beli barang dengan kriteria tertentu dengan pembayaran tunai.

4. Kata-kata yang menunjukkan akad jual beli, yaitu ijab dan qabul, dengan ucapan (Qauliyah) seperti, “Juallah barang itu kepadaku,” lalu penjual menjawab, “Aku jual barang ini kepadamu.” Atau, ijab qabul yang ditunjukkan dengan perbuatan (Fi’liyah), seperti setelah dikatakan, “Juallah baju itu kepadaku,” penjual menyerahkan baju itu kepada pembeli.

Bai’ Al-Mu’atha: Jual beli tanpa akad ucapan, tetapi ridha dengan perbuatan karena sudah saling memahami.

5. Saling suka rela. Jual beli tidak dibenarkan tanpa adanya kesukarelaan antara kedua belah pihak. Sebab, Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya jual beli hanya dengan saling kerelaan.” (HR. Ibnu Majah, 2185, dengan sanad hasan).

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم