بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Online 20 – Daurah Ramadhan 1445H
Doha, 20 Ramadhan 1445 / 30 Maret 2024
Bersama Ustadz Syamsul Akhyar 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱



Ramadhan, Madrasah Perbaikan Ibadah

Alhamdulillah atas nikmat yang Allah ﷻ berikan kepada kita semua hingga kita sampai pada sepertiga hari akhir di bulan Ramadhan.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 185:

Allah –Subhanahu wa Ta’ala– berfirman,

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَ بَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَ الْفُرْقَانِ

“Bulan Ramadhan yang di dalamnya –mulai- diturunkannya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan keterangan-keterangan yang nyata yang menunjuk kepada kebenaran, yang membedakan antara yang haq dan yang bathil.” (QS Al-Baqarah: 185)

Al-Hafizh Isma’il bin ‘Umar bin Katsir Al-Bashrawi Ad-Dimasyqi (700-774) yang lebih terkenal dengan sapaan Ibnu Katsir –rahmatullah ‘alaih-, berkata mengenai ayat ini dalam Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim (I/460-461 –Darul Hadits), “Allah menyanjung bulan puasa dibanding bulan-bulan lain dengan dipilihnya sebagai waktu diturunkannya Al-Quran Al-‘Azhim. Karena hal ini pula Dia mengistimewakannya. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa kitab-kitab suci diturunkan kepada para nabi –‘alaihimussalam– di bulan ini.

Di antara hadits yang agung yang menunjukkan keutamaan bulan Ramadhan adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

“إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة وغلقت أبواب النار، وصفدت الشياطين” رواه البخاري ومسلم واللفظ له

“Jika telah datang bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu” [Muttafaqun ‘alaihi]

Puasa dan Shalat Karena Iman dan Mengharap Pahala

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).

Juga dalam riwayat Bukhari, no. 2008, dan Muslim, no. 174, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ومن قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه

”Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) di bulan Ramadan dengan iman dan mengharap (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”.

Umat islam telah sepakat (ijma) akan sunnahnya menunaikan qiyam waktu malam-malam Ramadhan. Imam Nawawi telah menyebutkan bahwa maksud dari qiyam di bulan Ramadhan adalah shalat Taraweh, Artinya dia mendapat nilai qiyam dengan menunaikan shalat Taraweh.

Memperbanyak Amaliah di Sepuluh hari terakhir Ramadhan

Qatadah rahimahullah mengatakan,

مَنْ لَمْ يُغْفَرْ لَهُ فِي رَمَضَانَ فَلَنْ يُغْفَرَ لَهُ فِيْمَا سِوَاهُ

“Siapa saja yang tidak diampuni di bulan Ramadhan, maka sungguh di hari lain (di luar Ramadhan), ia pun akan sulit diampuni.” (Lathaif Al-Ma’arif, hlm. 371)

  • Lailatul Qadar

Dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ’anhu, dia berkata, Rasulullah sallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ . (رواه البخاري، رقم 1910، ومسلم، رقم 760 )

“Barangsiapa yang berdiri (menunaikan shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan (penuh) keimanan dan pengharapan (pahala), maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 1910, Muslim, no. 760).

  • I’tikaf

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan i’tikaf sepuluh hari terakhir di setiap bulan Ramadhan. Pada tahun beliau diwafatkan, beliau i’tikaf selama dua puluh hari.” [Fat-hul Baari (IV/284), bab I’tikaaf (no. 2044), Abu Dawud (III/338, no. 2353), dan Ibnu Majah (I/562, no. 1769) ]

Ramadhan sebagai Madrasah Perbaikan

Unsur yang dapat memperbaiki nilai ibadah:

1. Ikhlas karena Allah ﷻ

Ikhlas adalah menunggalkan Al-Haq (Allah) dalam hal niat melakukan ketaatan. Yaitu, dia berniat dengan ketaatannya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Bukan karena ambisi-ambisi lain, semisal mencari kedudukan di hadapan manusia, mengejar pujian orang-orang, gandrung terhadap sanjungan, atau tujuan apa pun selain mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala.

Imam Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Ada tiga orang yang pertama kali dibakar dengan api neraka.” Tiga orang ini pertama kali dilemparkan ke dalam api neraka. Siapa dia?

Yang pertama orang yang alim dan Qari. Lalu kemudian Allah memanggil dia dan Allah bertanya: “Apa amalmu?” Dia berkata: “Ya Rabb, dahulu di dunia aku belajar ilmu, aku ajarkan ilmu kepada manusia, dan aku membaca Qur’an karena Engkau Ya Allah.” Allah berfirman: “Kamu dusta, kamu dahulu menuntut ilmu hanya ingin disebut ulama. Kamu dahulu membaca Al-Qur’an hanya ingin disebut Qari. Dan kamu sudah mendapatkan predikat itu.” Lalu ia pun diseret dan dilemparkan ke dalam neraka jahanam.

Yang kedua kata Rasulullah: “Orang yang mati syahid lalu dipanggil oleh Allah: “Apa amalmu?” Dia berkata: “Ya Rabb, aku berperang di jalanMu sampai aku terbunuh karena Engkau.” Allah berfirman: “Kamu dusta. Kamu dahulu berperang hanya ingin disebut pahlawan dan pemberani. Dan kamu sudah mendapatkan sebutan tersebut.” Lalu ia pun diseret dan dilemparkan ke dalam neraka jahanam.

Lalu di datangkan yang ketiga, yaitu orang yang selalu berinfak. Allah bertanya kepadanya: “Apa amalmu?” Dia berkata: “Ya Allah tidak ada satupun tempat yang Engkau sukai untuk aku berinfak padanya kecuali aku sudah berinfak. Semuanya karena Engkau Ya Allah.” Maka Allah berfirman: “Kamu dusta. Kamu dahulu berinfak hanya ingin disebut dermawan. Dan kamu sudah mendapatkan sebutan itu.” Lalu ia pun dilemparkan ke dalam neraka jahanam.

Subhanallah.. Padahal menuntut ilmu adalah amal yang sangat besar di sisi Allah. Berjuang/berjihad di jalan Allah amal yang luar biasa besar di sisi Allah. Bersedekah/berinfak juga amal yang besar di sisi Allah. Tapi karena niatnya yang bengkok, dia mengharapkan dunia, mengharapkan sebutkan manusia dan pujian mereka, akhirnya amal itu menjadi amal yang paling hina di sisi Allah ﷻ.

Perawi hadits ini adalah Abu Hurairah radhiyallahu’anhu Abdurrahman bin Shakhr ad Dausi. Beliau meriwayatkan lebih dari 5000 hadits.

2. Perasaan Mahabbah (cinta kepada Allah) Raja` (Harap) dan Khauf (takut)

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 165:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَّتَّخِذُ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَنْدَادًا يُّحِبُّوْنَهُمْ كَحُبِّ اللّٰهِ ۗ وَالَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَشَدُّ حُبًّا لِّلّٰهِ ۙوَلَوْ يَرَى الَّذِيْنَ ظَلَمُوْٓا اِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَۙ اَنَّ الْقُوَّةَ لِلّٰهِ جَمِيْعًا ۙوَّاَنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعَذَابِ

Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai tandingan, yang mereka cintai seperti mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat besar cintanya kepada Allah. Sekiranya orang-orang yang berbuat zalim itu melihat, ketika mereka melihat azab (pada hari Kiamat), bahwa kekuatan itu semuanya milik Allah dan bahwa Allah sangat berat azab-Nya (niscaya mereka menyesal).

  • Rasa cinta (al-mahabbah) adalah ibadah

Maksudnya, kita beribadah karena didorong oleh rasa cinta kepada Allah Ta’ala. Rasa cinta ini adalah ruh ibadah. Setiap kali rasa cinta kepada Allah Ta’ala menggerakkan seorang hamba untuk beribadah kepada-Nya, maka akan semakin dekat dengan keikhlasan. Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ آمَنُواْ أَشَدُّ حُبّاً لِّلّهِ

“Adapun orang-orang yang beriman, amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

  • Raja` (Harap) adalah Ibadah

Dalil Raja’ (harapan) adalah firman Allah Ta’ala,

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

“Untuk itu, barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Robbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal shaleh dan janganlah mempersekutukan dengan apapun dalam beribadah kepada Robbnya” (QS. Al-Kahfi: 110).

  • Khauf (Takut) adalah Ibadah

Dalil ibadah Khauf (takut) adalah firman Allah Ta’ala:

إِنَّمَا ذَٰلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلَا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Maka janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar orang yang beriman” (QS. Ali Imran: 175).

3. Ittiba’ kepada Rasulullah ﷺ

Maksud dari ittiba’ kepada Rasul Shallallahu’alaihi Wasallam adalah mengamalkan segala ajaran yang beliau bawa, baik yang ada di dalam Al-Qur’an sebagai wahyu dari Allah Ta’ala kepada beliau, maupun berupa perintah maupun larangan, dan juga mengamalkan sunnah yang suci.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Katakanlah : “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. [ali-Imran/3:31].

Imam Ibnu Katsir rahimahullah (wafat th. 774 H) berkata, ”Ayat ini sebagai pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku mencintai Allah namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang tersebut dusta dalam pengakuannya, sampai dia mengikuti syari’at dan agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam semua ucapan dan perbuatannya. Sebagaimana terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntunan dari kami, maka amalan tersebut tertolak. [HR Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718 ]

Agama ini telah sempurna. Allah Ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagimu agamamu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku atasmu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama.” (QS. Al-Maidah: 3)

Maka tidak boleh kita membuat aturan-aturan baru karena sempurnanya agama ini. Cukuplah Rasulullah ﷺ dan generasi terbaik sebagai suri Tauladan.

Tiga Generasi Terbaik

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa hendak mengambil teladan maka teladanilah orang-orang yang telah meninggal. Mereka itu adalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di kalangan umat ini…”.

Merekalah para salaf. Yang menurut para ulama adalah:
•  Sahabat,
•  Tabi’in (orang-orang yang mengikuti sahabat), dan
•  Tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in).

Jadi sahabat adalah orang yang pernah bertemu Rasulullah ﷺ dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan Muslim. Sedang tabi’in adalah para murid sahabat yang tegak dan berjalan di atas ajaran Rasulullah ﷺ dan petunjuk para sahabat. Adapun tabi’ut tabi’in adalah para murid tabi’in yang istiqamah dalam ajaran dan petunjuk para sahabat, yang diajarkan para tabi’in pada mereka.

Ketiga generasi ini berbeda dengan generasi setelahnya, karena mereka adalah generasi terbaik umat ini, sebagaimana dijelaskan Rasulullah ﷺ dalam sabda beliau:

خَيْرُكُمْ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُم

ْ“Generasi terbaik adalah generasi di zamanku, kemudian generasi setelahnya (tabi’in), kemudian generasi setelahnya (tabi’ut tabi’in)” [HR. Bukhari 2651 dan Muslim 6638]

Nabi ﷺ telah memersaksikan ’kebaikan’ tiga generasi awal umat ini yang menunjukkan akan:
• Keutamaan dan kemuliaan mereka,
• Semangat mereka dalam melakukan kebaikan,
• Luasnya ilmu mereka tentang syariat Allah,
• Semangat mereka berpegang teguh pada Sunnah beliau ﷺ.

3. Menuntut Ilmu

Wajib bagi muslim dan muslimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim” (HR. Ibnu Majah no. 224, dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dishahihkan Al Albani dalam Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir no. 3913)

“Ilmu adalah mengetahui secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakikatnya.” (Syarah Utsul Tsalatsah – Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin)

Tingkatan Pengetahuan

▪️ Pertama : Al-‘Ilm, yaitu mengetahui secara pasti terhadap sesuatu sesuai dengan hakikatnya,
▪️ Kedua : Al-Jahlul Basith (kejahilan yang ringan), yaitu tidak mengetahui sesuatu secara keseluruhan,
▪️ Ketiga : Al-Jahlul Murakkab (kejahilan yang parah), yaitu pengetahuan terhadap sesuatu perkara yang berlawanan dengan hakikat sebenarnya dari sesuatu itu,
▪️ Keempat : Al-Waham, yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan berlawanan yang lebih kuat,
▪️ Kelima : As-Syak (ragu-ragu), yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan lain yang sama (kuatnya),
▪️ Keenam : Azh-Zhan (sangkaan atau mengira-ngira), yaitu pengetahuan terhadap sesuatu dengan (adanya) kemungkinan berlawanan yang lebih lemah.

•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ

“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم