بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Online 4 – Daurah Ramadhan 1445 H
Doha, 4 Ramadhan 1445 / 14 Maret 2024
Bersama Ustadz Hanafi Abu Arify 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱



Urgensi Ilmu Sebelum Amal

Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsaanin ilaa yaumid diin.

Ustadz mengawali kajian dengan mengucapkan syukur atas kesempatan yang diberikan dalam mengisi kegiatan bulan Ramadhan tahun ini.

Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

“Tidak dikatakan bersyukur pada Allah bagi siapa yang tidak tahu berterima kasih pada manusia.” (HR. Abu Daud no. 4811 dan Tirmidzi no. 1954. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ

Segala puji hanya milik Allah yang dengan segala nikmatnya segala kebaikan menjadi sempurna.

Ustadz mengingatkan untuk istiqomah dalam beribadah dan beraktifitas dalam kegiatan di bulan Ramadhan dengan dasar iman dan mengharap pahala di sisi-Nya.

Dari Abu Hurairah, ia berkata,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa berpuasa Ramadhan atas dasar iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 760).

Kemudian, tetaplah semang3dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu.

Orang yang Berilmu yang Akan Mendapatkan Seluruh Kebaikan

Dalam hadits dari Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari, no. 71 dan Muslim, no. 1037)

Ibnu Hajar rahimahullah menyatakan,

وَمَفْهُوم الْحَدِيث أَنَّ مَنْ لَمْ يَتَفَقَّه فِي الدِّين – أَيْ : يَتَعَلَّم قَوَاعِد الْإِسْلَام وَمَا يَتَّصِل بِهَا مِنْ الْفُرُوع – فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْر

“Dapat disimpulkan dari hadits tersebut bahwa siapa yang tidak memahami agama, enggan mempelajari dasar-dasar Islam dan cabang-cabangnya, maka ia diharamkan untuk mendapatkan kebaikan.” (Fath Al-Bari, 1: 165)

Berarti dengan mendalami ilmu diin barulah bisa jadi baik. Tanpa belajar dan tanpa mendatangi majelis ilmu, tentu tidak bisa meraih kebaikan yang diharap.

Maka, perkara yang sangat mengherankan orang yang tidak mau belajar agama. Kenapa kita harus belajar agama?

1. Merupakan kewajiban muslim dan muslimah

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim. Nabi shallallahualahi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

Kalimat الْعِلْمِ mengandung kata al-ahdiyah ال bermakna Ilmu agama.

Jika disebut muslim maka muslimah termasuk di dalamnya.

2. Ilmu adalah kebutuhan pokok muslim dan muslimah

Kebutuhan pada ilmu lebih besar dibandingkan kebutuhan pada makanan dan minuman, sebab kelestarian urusan agama dan dunia bergantung pada ilmu.

Imam Ahmad mengatakan, “Manusia lebih memerlukan ilmu daripada makanan dan minuman. Karena makanan dan minuman hanya dibutuhkan dua atau tiga kali sehari, sedangkan ilmu diperlukan di setiap waktu.”

Zaman sekarang, manusia lebih mengutamakan kepentingan dunia daripada kepentingan akhirat. Mereka sibuk mencari dunia tanpa peduli ilmu akhirat.

Contoh salaf adalah kisah imam Ahmad dalam menuntut ilmu syar’i di penjara, tetapi beliau tetap belajar menimba ilmu hadits dengan alasan, beliau mau meninggal dalam keadaan menuntut ilmu syar’i.

3. Ilmu syar’i merupakan jalan menuju surga

Kembali pada hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim, no. 2699)

Cara menuntut ilmu :
1. Hissiyah: mendatangi guru dan Ustadz dalam agama
2. Maknawi: seperti membaca artikel kajian, dan lainnya.

4. Ilmu adalah Warisan Para Nabi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR Abu Dawud no. 3641 dan Tirmidzi no. 2682. Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud dan Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini shohih)

5. Mengenal hukum-hukum Allah ﷻ

Kita akan bisa membedakan halal dan haram, kebaikan dan keburukan, ketaatan atau maksiat, mana tauhid dan syirik, mana bid’ah dan Sunnah. Dan kita akan takut kepada Allah ﷻ.

Allah ﷻ berfirman QS. Fatir Ayat 28:

اِنَّمَا يَخْشَى اللّٰهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمٰۤؤُاۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ

Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Mahaperkasa, Maha Pengampun.

Karena pentingnya ilmu, kita dianjurkan berdo’a setiap pagi:

۞ اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً

ᴀʟʟᴀʜᴜᴍᴍᴀ ɪɴɴɪɪ ᴀꜱ-ᴀʟᴜᴋᴀ ‘ɪʟᴍᴀɴ ɴᴀᴀꜰɪ’ᴀ, ᴡᴀ ʀɪᴢQᴏɴ ᴛʜᴏʏʏɪʙᴀᴀ, ᴡᴀ ‘ᴀᴍᴀʟᴀɴ ᴍᴜᴛᴀQᴏʙʙᴀʟᴀᴀ

“Ya Allah, aku memohon pada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang thoyyib dan amalan yang diterima” [HR. Ibnu Majah no 295]

Dalam kitab shahihnya, Imam Bukhari mengatakan:

بَابٌ العِلمُ قَبلَ القَولِ وَالعَمَلِ

“Bab: Ilmu sebelum ucapan dan perbuatan” (Shahih al-Bukhari, kitab: al-Ilmu, bab al ilmu qabla al-qoul wa al amal)

Ucapan Imam Bukhari ini telah mendapatkan perhatian khusus dari para ulama. Karena itu, perkataan beliau ini banyak dikutip oleh para ulama setelahnya dalam buku-buku mereka. Imam Bukhari berdalil dengan firman Allah:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغفِرْ لِذَنبِكَ

“Ketahuilah bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mintalah ampunan untuk dosamu” (QS. Muhammad: 19)

Ketika menjelaskan hadis ini, al-Hafidz al-Aini dalam kitab syarh shahih Bukhari mengutip perkataan Ibnul Munayir berikut:

Yang beliau maksudkan bahwasanya ilmu adalah syarat sah ucapan dan perbuatan. Ucapan dan perbuatan tidak akan dinilai kecuali dengan ilmu. Oleh sebab itu, ilmu didahulukan sebelum ucapan dan perbuatan. Karena ilmu yang akan men-sahkan niat, dan niat adalah yang men-sahkan amal.

(Umdatu al-Qori, Syarh Shahih Bukhari, al-Hafidz al-Aini, jilid 2, hal. 476).

Orang yang tidak berilmu, seperti orang yang berjalan di kegelapan. Ilmu itu hayatun (kehidupan) dan nurun (cahaya). Sedangkan, kebodohan adalah mawtun (kematian) dan zhulmatun (kegelapan). Kejelekan itu sebabnya karena tidak adanya kehidupan dan cahaya, sedangkan kebaikan itu sebabnya karena adanya cahaya dan kehidupan.

Ilmu adalah imamnya amal. Mu’adz bin Jabal –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,

العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ

“Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)

Dampak buruk amalan tanpa ilmu:

1. Amalannya akan tertolak.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)

Ingatlah bahwa suatu amalan yang dibangun tanpa dasar ilmu malah akan mendatangkan kerusakan dan bukan kebaikan.

Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi Ayat 104:

ٱلَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.

Kisah Ibnu Mas’ud ke masjid untuk meluruskan bid’ah yang mereka lakukan.

Ibnu Mas’ud pun marah: “Apa yang kalian lakukan ini?” tanya Ibnu Mas’ud.

“Wahai Abu Abdirrahman (Ibnu Mas’ud), ini hanyalah kerikil untuk menghitung takbir, tahlil, dan tasbih.”

“Hitunglah kejelekan kalian, aku jamin sedikit pun kebaikan kalian tidak akan hilang.”

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu melanjutkan, “Kasihan kalian umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam! Betapa cepat kehancuran kalian! Ini, para shahabat Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wasallam masih banyak. Baju-baju beliau pun belum usang. Bejana beliau pun belum juga pecah. Demi Dzat Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, apakah kalian ini di atas agama yang lebih berpetunjuk daripada agama Nabi ataukah kalian membuka pintu kesesatan?!”

Andai agama mereka lebih berpetunjuk daripada agama Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam , tentunya ini tidak mungkin, karena Allah sudah menegaskan ridha-Nya terhadap kesempurnaan agama Islam yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . Sehingga, hanya tersisa kemungkinan kedua, mereka membuka pintu kesesatan.

Lalu, orang-orang itu pun berdalih, “Wahai Abu Abdirrahman, kami hanya ingin kebaikan.” Niatan mereka sebenarnya baik, menunggu datangnya waktu salat dengan melakukan zikir berjamaah. Tapi sayang, caranya tidak sesuai dengan teladan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam . Sehingga, ada satu syarat yang tidak terpenuhi agar amalnya diterima.

Makanya, Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pun menjawabnya, “Betapa banyak orang yang ingin kebaikan, tapi sayang tidak bisa mendapatkannya.”

(Ad Darimi rahimahullah meriwayatkan dengan sanad yang shahih dalam Sunan-nya)

2. Akan mendatangkan kerusakan dan kebinasaan

Hadits yang menjelaskan akibat berfatwa tanpa ilmu:

Dari Jābir -raḍiyallāhu ‘anhu- ia berkata, “Kami pernah mengadakan safar, lalu ada seorang ‎sahabat kami yang tertimpa batu hingga kepalanya terluka, lalu dia mimpi basah dan bertanya ‎kepada para sahabatnya, “Apakah kalian memandang ada rukhsah bagiku untuk ‎bertayamum?” Mereka menjawab, “Menurut kami engkau tidak mendapatkan keringanan ‎selagi engkau mampu menggunakan air.” Diapun mandi lalu meninggal dunia. Tatkala kami ‎datang kepada Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, beliau dikabarkan dengan peristiwa tadi, ‎kemudian beliau bersabda, “Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka, ‎mengapa mereka tidak bertanya bila tidak tahu karena obat kejahilan adalah bertanya, ‎sesungguhnya cukup baginya bertayamum dan hendaknya dia membalut lukanya dengan kain lalu ‎mengusap bagian atasnya dan membasuh seluruh badannya.”‎

(Hadis hasan li gairihi – Diriwayatkan oleh Abu Daud).

‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz mengatakan,

من عبد الله بغير علم كان ما يفسد أكثر مما يصلح

“Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil Ma’ruf wan Nahyu ‘anil Mungkar, hal. 15)

3. Faktor utama munculnya Bid’ah

Ulama penyebar ilmu. Dengan wafatnya ulama, berarti Allah telah mulai mengangkat ilmu dari manusia. Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﺇِﻥَّ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺍﻧْﺘِﺰَﺍﻋَﺎً ﻳَﻨْﺘَﺰِﻋُﻪُ ﻣﻦ ﺍﻟﻌِﺒﺎﺩِ ﻭﻟَﻜِﻦْ ﻳَﻘْﺒِﺾُ ﺍﻟﻌِﻠْﻢَ ﺑِﻘَﺒْﺾِ ﺍﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﺣﺘَّﻰ ﺇﺫﺍ ﻟَﻢْ ﻳُﺒْﻖِ ﻋَﺎﻟِﻢٌ ﺍﺗَّﺨَﺬَ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺭﺅﺳَﺎً ﺟُﻬَّﺎﻻً ، ﻓَﺴُﺌِﻠﻮﺍ ﻓَﺄَﻓْﺘَﻮْﺍ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﻋِﻠْﻢٍ ﻓَﻀَﻠُّﻮﺍ ﻭَﺃَﺿَﻠُّﻮﺍ

“Sesungguhnya Allah Ta’ala tidak mengangkat ilmu dengan sekali cabutan dari para hamba-Nya, akan tetapi Allah mengangkat ilmu dengan mewafatkan para ulama. Ketika tidak tersisa lagi seorang ulama pun, manusia merujuk kepada orang-orang bodoh. Mereka bertanya, maka mereka (orang-orang bodoh) itu berfatwa tanpa ilmu. mereka sesat dan menyesatkan.“[HR Bukhari]

Mengamalkan Ilmu yang Dipelajari

Ilmu yang dipelajari tidak akan bermanfaat jika seseorang tidak mengamalkannya. Tujuan mempelajari ilmu bukan sekedar pengetahuan dan wawasan saja, melainkan amal saleh.

Dalam pepatah bahasa Arab dikatakan Al-Ilmu Bi Laa Amalin Ka-Asyajari Bi Laa Tsamarin❠artinya (Ilmu yang tidak di amalkan bagai pohon yang tak berbuah). Dari pepatah tersebut bisa kita petik kesimpulan bahwa apa yang kita miliki, apa yang kita ketahui, apa yang kita pelajari, harus kita sampaikan agar bermanfaat bagi sesame. Bagaikan pohon yang berbuah, yang memberi banyak manfaat, kebaikan, serta kebahagiaan terhadap sekitar.

Abu Darda Radhiyallahu ‘Anhu berkata:

إنما أخشى من ربي يوم القيامة أن يدعوني على رؤوس الخلائق فيقول لي يا عويمر فأقول لبيك رب فيقول ما عملت فيما علمت

“Sesungguhnya yang aku khawatirkan dari Rabbku nanti pada hari kiamat yaitu Allah akan panggil aku di hadapan seluruh manusia lalu Allah berfirman kepadaku: ‘Ya Uwaimir’, aku berkata: ‘Labaik Ya Rabb’ lalu Allah Ta’ala berfirman: ‘Apa yang kamu amalkan terhadap ilmu yang kamu ketahui?’” (HR. Baihaqi)

Subhanallah.. Hadits ini menunjukkan betapa para sahabat orang-orang yang sangat takut kepada Allah. Maka hendaknya kita mencontoh mereka untuk kita merasa takut kepada Allah. Ini dia Abu Darda sangat takut kepada Allah. Abu Darda sangat khawatir dengan ilmu yang ia miliki untuk kelak nanti pada hari kiamat akan dipanggil oleh Allah lalu ditanya tentang ilmunya untuk apa diamalkan.