بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
Kajian Kitab: 𝕀𝕘𝕙𝕠𝕥𝕤𝕒𝕥𝕦𝕝 𝕃𝕒𝕙𝕗𝕒𝕟 𝕄𝕚𝕟 𝕄𝕒𝕤𝕙𝕠𝕪𝕚𝕕𝕚𝕤𝕪 𝕊𝕪𝕒𝕚𝕥𝕙𝕒𝕟
(Penolong Orang yang Terjepit – Dari Perangkap Syaitan)
Karya: Ibnul Qayyim al-Jauziyah 𝓡𝓪𝓱𝓲𝓶𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱.
Pemateri: Ustadz Isnan Efendi, Lc. MA. 𝓱𝓪𝓯𝓲𝔃𝓱𝓪𝓱𝓾𝓵𝓵𝓪𝓱
Pertemuan: 7 Rajab 1445 / 19 Januari 2024
Bab 13 – 13 – Melumpuhkan Senjata-senjata Setan
Pada pertemuan yang lalu telah dijelaskan senjata setan antara lain:
1. Memperpanjang Angan-angan.
2. Memperdaya Manusia untuk Memandang Sesuatu yang Jahat sebagai Sesuatu Yang Baik.
3. Menakut-nakuti Orang-orang Beriman.
4. Tipu Daya terhadap Adam dan Hawwa’ dengan sumpah palsu.
5. Menguji Manusia dengan Berlebih-lebihan (ghuluw) dan Meremehkan (Al-Jafa’).
6. Pendapat dan Hawa nafsu (perkataan yang batil, pendapat-pendapat yang rendah dan hayalan-hayalan).
7. Bersandar kepada akal (mengeluarkan manusia dari ilmu dan agama)
8. Keanehan Orang-orang Sufi.
9. Menganggap Baik Perbuatan Mungkar.
10. Menganggap Diri Mulia.
11. Mengasingkan Diri dari Manusia.
12. Mengagungkan Diri Sendiri.
13. Menganggap Baik terhadap Diri Sendiri
Termasuk tipu daya syetan adalah ia membuat orang-orang yang suka menyendiri dan zuhud serta melakukan riyadhah (latihan bathin) menganggap baik terhadap perasaan dan kenyataan mereka, tanpa mencocokkannya dengan perintah Pembuat Syariat. Bahkan mereka berkata, “Jika hati selalu menjaga bersama Allah maka apa yang terlintas di hatinya serta suara batinnya akan selamat dari kesalahan.” Dan ini adalah tipu daya syetan yang paling nyata sekaligus berbahaya.
Empat istilah dalam bisikan hati:
1. Khatir (خاطر ): Lintasan yang timbul dalam hati ( baik atau buruk ) dan kemudian berlalu pergi yakni hanya timbul dan tidak melekat di dalam hati. Hal seperti ini tidak dihitung secara hukum.
2. Hajiz (حاجز ): Lintasan yang timbul dalam hati ( baik atau jahat) dan kekal agak lama di dalam hati tetapi tidak timbul keinginan untuk melakukannya atau tidak.
3. Iradah (niat) (إرادة) bermakna kemauan: hajiz yang kuat. Inilah yang ditulis sebagai hukum perbuatan hati.
4. `Azam (عزم): Lintasan yang timbul dalam hati (baik atau buruk) dan kekal lama dan membuat keputusan untuk melakukan dan kuat.
Sebab suara batin itu ada tiga macam:
▪️ Rahmaniyyah (berasal dari Allah)
▪️ Syaithaniyah (berasal dari syetan) dan
▪️Nafsaniyah (berasal dari keinginan nafsu), sebagaimana juga mimpi.
Betapa pun seorang hamba sampai pada tingkat tertinggi dalam hal zuhud dan ibadah maka ia tetap disertai syetan dan nafsunya, yang keduanya tak akan pernah meninggalkannya hingga ia meninggal dunia. Sedangkan syetan masuk kepadanya melalui aliran darah. Dan bahwa kemaksuman itu hanyalah bagi para rasul Allah, yang mereka itu merupakan perantara antara Allah dan para makhluk-Nya, dalam hal penyampaian perintah dan laranganNya, janji dan ancaman-Nya. Sedangkan selain mereka, maka bisa benar dan bisa salah, serta tidak menjadi hujjah atas makhluk.
Perkataan Imam Daarul Hijrah Imam Malik Rahimahullah: “Semua orang bisa diterima dan ditolak ucapannya kecuali yang ada di dalam kubur ini (Rosul ﷺ).”
Dan adalah tuan dari orang-orang yang mendapat ilham Allah, Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu mengatakan sesuatu lalu perkataannya ditolak oleh orang yang lebih rendah daripadanya, ia lalu mengetahui kesalahannya kemudian kembali pada kebenaran. Beliau juga mencocokkan suara hatinya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, beliau tidak berpaling kepada suara had, tidak juga berhukum dengannya atau mengamalkannya.
Sementara orang-orang bodoh tersebut, salah seorang dari mereka melihat sesuatu yang sederhana saja, maka ia mendahulukan suara dan bisikan hatinya daripada Al-Qur’an dan As-Sunnah, seraya mengatakan, “Hatiku telah membisikkan padaku dari Tuhanku. Kami mengambil dari Dzat Yang Mahahidup dan tidak mati, sedangkan kalian mengambilnya melalui perantara. Kami mengambil melalui hakikat, sedangkan kalian mengikuti tulisan-tulisan.“
Pertemuan Lanjutan: 7 Rajab 1445 / 19 Januari 2024
Barangsiapa mengira, ia tidak memerlukan apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam karena merasa cukup dengan apa yang dituangkan dalam hatinya dari berbagai bisikan hati dan suara batin, maka ia termasuk orang yang paling besar kekafirannya kepada Allah. Demikian juga jika dia mengira bahwa suatu ketika ia merasa cukup dengan yang ini dan pada ketika yang lain ia merasa cukup dengan sesuatu yang lain.
Apa yang dibisikkan dalam hati sesungguhnya tidaklah berarti sama sekali jika tidak dicocokkan dengan apa yang dibawa oleh Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam, lalu ia menguatkannya dalam bentuk kesepakatan. Jika tidak, maka ia adalah dari bisikan nafsu dan syetan.
Suatu ketika Abdullah bin Mas’ud ditanya tentang masalah orang yang meremehkan urusan mahar (dan ditunggu jawabannya) selama sebulan. Setelah sebulan ia berkata, “Yang saya sampaikan ini adalah pendapatku, jika benar maka dari Allah dan jika salah maka dari diriku sendiri dan dari syetan, dan Allah serta Rasul-Nya berlepas diri daripadanya.” (Diriwayatkan Abu Daud dari Masruq dengan sanad shahih).
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
يَا وَابِصَةُ اسْتَفْتِ قَلْبَكَ وَاسْتَفْتِ نَفْسَكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ الْبِرُّ مَا اطْمَأَنَّتْ إِلَيْهِ النَّفْسُ وَالْإِثْمُ مَا حَاكَ فِي النَّفْسِ وَتَرَدَّدَ فِي الصَّدْرِ وَإِنْ أَفْتَاكَ النَّاسُ وَأَفْتَوْكَ
“Wahai Wabishah, mintalah fatwa pada hatimu (3x), karena kebaikan adalah yang membuat tenang jiwa dan hatimu. Dan dosa adalah yang membuat bimbang hatimu dan goncang dadamu. Walaupun engkau meminta fatwa pada orang-orang dan mereka memberimu fatwa” (HR. Ahmad no.17545, Al Albani dalam Shahih At Targhib [1734] mengatakan: “hasan li ghairihi“).
Apa maksud “minta fatwa pada hati“? Kalau seseorang dalam hatinya merasa shalat itu tidak nyaman, sulit, capek, lalu akhirnya boleh tidak shalat? Kalau seorang wanita minta fatwa pada hatinya lalu hatinya mengatakan tidak usah pakai jilbab, lalu kemudian boleh tidak pakai jilbab? Apakah patokan benar-salah itu hati atau perasaan?
Demikianlah hadits ini jika dipahami serampangan akan menimbulkan pemahaman yang keliru. Ketika dihadapkan pada suatu pilihan antara benar dan salah, seorang Muslim wajib mengikuti dalil, bukan mengikuti perasaan.
Hadits ini berlaku bagi orang yang memiliki ilmu agama. Dan hadits di atas ditanya oleh sahabat Rasulullah ﷺ yang jauh beda kualitasnya dengan manusia zaman sekarang.
Imam Qurthubi rahimahullah berkata, seseorang itu yang paling mengetahui tentang dirinya. Dengan senantiasa menancapkan taqwa ke dalam hatinya.
Selanjutnya, beliau Abul Abbas Dhiyauddin Al Qurthubi mengatakan:
استفت قلبك وإن أفتوك . لكن هذا إنما يصج ممن نوَّر الله قلبه بالعلم ، وزين جوارحه بالورع ، بحيث يجد للشبهة أثرًا في قلبه . كما يحكى عن كثير من سلف هذه الأمَّة
“‘mintalah fatwa pada hatimu, walaupun orang-orang memberimu fatwa‘. ini hanya berlaku bagi orang diberi cahaya oleh Allah berupa ilmu (agama). Dan menghiasi raganya dengan sifat wara’. Karena ketika ia menjumpai sebuah syubhat, itu akan mempengaruhi hatinya. Demikianlah yang terjadi pada kebanyakan para salaf umat ini” (Al Mufhim limaa Asykala min Talkhis Kitab Muslim, 14/114).
Seseorang menuliskan untuk Umar Radhiyallahu Anhu di hadapannya, “Ini adalah apa yang diperlihatkan Allah kepada Umar”, lalu serta merta Umar memangkas, “Tidak, hapuslah, dan tulislah, ‘Ini adalah pendapat Umar’.”
Banyak para sahabat yang menuduh (salah) pendapat-pendapat mereka sendiri, padahal mereka adalah umat yang terbaik hatinya, yang paling dalam ilmunya dan paling jauh dari syetan. Mereka adalah orangorang yang paling setia kepada Sunnah dan paling keras tuduhannya terhadap pendapat-pendapat mereka sendiri. Sementara orang-orang itu berbuat sebaliknya.
Para ahli istiqamah dari mereka meniti jalan dengan penuh kesungguhan. Mereka tidak berpaling kepada bisikan hati, suara batin atau ilham, kecuali dipersaksikan kebenarannya oleh dua saksi (Al-Qur’an dan As-Sunnah).
Al-Junaid berkata, “Abu Sulaiman Ad-Darani berkata, ‘Mungkin pernah beberapa hari terlintas dalam hati saya sesuatu yang lembut sebagaimana yang terlintas pada hati beberapa kaum, tetapi aku tidak menerimanya kecuali dengan dua saksi yang adil, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah.” (Siyar A’lamin Nubala’ (10/183), Thabaqatush Shufiyyah (hal-77).
Sary As-Saqathi berkata, “Siapa yang mengaku memiliki ilmu batin yang bisa membatalkan hukum zhahir maka dia telah keliru.”
Al-Junaid berkata, “Madzhab kami ini terikat dengan dasar Al Qur’an dan As-Sunnah. Siapa yang tidak hafal Al-Qur’an, tetapi menulis hadits serta belajar fiqh maka orang itu tidak perlu diikuti.”
Abu Bakar Ad-Daqqaq berkata, “Barangsiapa meremehkan batasan perintah dan larangan secara lahir maka ia diharamkan dari kesaksian hati secara batin.”
Abul Husain An-Nuri berkata, “Siapa yang Anda lihat mengaku bersama Allah dalam suatu keadaan yang mengeluarkannya dari batasan ilmu syariat maka janganlah Anda mendekatinya. Dan siapa yang Anda lihat mengaku berada dalam suatu keadaan yang tidak disaksikan penjagaan lahiriahnya maka tuduhlah ia dalam hal agamanya.”
Abu Hafsh, seorang yang memiliki kedudukan tehormat berkata, “Siapa yang tidak menimbang keadaan dan perbuatannya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, serta tidak menuduh terhadap bisikan-bisikan hatinya maka janganlah Anda memasukkannya di antara orang-orang besar.”
Dan alangkah baik apa yang dikatakan Abu Ahmad Asy-Syirazi, “Dahulunya, orang-orang sufi mengolok-olok syetan, kini syetan balik mengolok-olok mereka”.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم