Tajuk fatwa : | Hukum Membaca Al-Fatihah Untuk Orang Yang Telah Meninggal Dunia |
Nomor fatwa : | 20 |
Tanggal penambahan : | Kamis 5 Jumadilakhir 1425 H. bertepatan dengan 22 Juli 2004 M. |
Pihak pemberi fatwa : | Fatwa Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Mantan Mufti Arab Saudi |
Sumber fatwa : | [Jurnal Buhus Islamiah, edisi nomor: 28, halaman, 108.] |
Soal: | |
Apakah hukum membaca Al-Fatihah untuk mayit, dan hukum menyembelih binatang ternak, serta memberi uang kepada keluarga mayit?
|
|
Jawab : | |
Mendekatkan diri kepada orang yang telah meninggal dunia dengan menyembelih binatang, memberi uang dan ibadah-ibadah lainnya, seperti memohon kesembuhan, meminta pertolongan dan kemudahan rezeki, termasuk perbuatan syirik yang dilarang dalam agama. Karena syirik adalah perbuatan dosa yang paling besar. Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar” [An Nisaa’: 48] Dalam ayat lain, Allah juga berfirman, “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka” [Al Maa-idah: 72] Dan firman Allah, “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”.[Al An’am: 88]. Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang mengungkap masalah ini. Keikhlasan ibadah baik berupa korban, nazar, doa, shalat maupun ibadah-ibadah lainnya, semestinya hanyalah ditujukan kepada Allah semata. Allah berfirman,“Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)”.[Al An’aam: 162-163] Adapun membacakan surat Al-Fatihah dan surat-surat lain yang diniatkan sebagai hadiah bagi orang yang telah meninggal dunia, tidaklah dianjurkan. Karena tidak ada nas yang menganjurkannya. Maka sebaiknya ditinggalkan saja. Nabi dan para sahabatnya pun tidak pernah melakukannya. Namun demikian, disyariatkan berdoa untuk mayit umat Islam, sedekah atas nama mereka dengan jalan berbuat kebajikan kepada fakir miskin untuk mendekatkan seorang hamba kepada Allah. Dan memohon kepada-Nya agar pahalanya diberikan kepada orang tua, baik yang masih hidup atau yang telah meninggal. Sebagaimana sabda Nabi, “Bila seseorang meninggal dunia, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara; sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakan kedua orang tuanya” (Diriwayatkan oleh Muslim) Ditegaskan pula dengan sebuah hadis sahih, bahwaseseorang bertanya kepada Rasulullah, “Hai Rasulullah ibuku telah meninggal dan belum sampai berwasiat tentang hartanya, aku kira jika berwasiat pasti akan bersedekah. Jika aku sedekahkan atas nama ibuku, apakah ia akan mendapatkan pahala”. Rasul menjawab, “Iya”. Di antara ibadah lain yang bisa diwakilkan adalah haji, umrah dan membayar utang. Kesemuanya diperkuat dengan dalil yang sahih. Berbuat kebajikan kepada keluarga mayit, berupa sedekah harta atau korban, tidak dilarang. Apalagi bila keadaan keluarga mayit miskin. Sebaiknya, sanak saudara dan para tetangga membuatkan makanan di rumahnya untuk dihadiahkan kepada keluarga mayit. Atas dasar, sebuah hadis yang menyebutkan, bahwa ketika Rasul saw. menerima kabar gugurnya putra pamannya, Ja’far bin Abi Thalib pada perang Mutah, beliau menyuruh keluarganya membuatkan makanan untuk keluarga Ja’far. Beliau bersabda, “karena akan datang kepada mereka yang menyibukkannya”. Adapun keluarga mayit tidak diperkenankan membuatkan makanan untuk disuguhkan kepada orang banyak dengan tujuan agar pahalanya sampai kepada mayit. Karena yang demikian itu adalah kebiasaan jahiliah. Baik pembuatan makanan itu, pada hari keempat, kelima dan awal tahun kematian. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh sebuah hadis, bahwa Jarir bin Abdullah Al Bajli ra. seorang sahabat Nabi berkata, “kami berkumpul di rumah keluarga orang yang meninggal dunia dan membuatkan makanan setelah penguburan mayit. Karena berduka cita”.
Sedangkan apabila seorang tamu datang untuk bertakziah, maka keluarga mayit boleh membuatkan makanan untuk suguhan para tamu. Selain itu, diperkenankan pula keluarga mayit mengundang tetangga, sanak famili dan siapa saja yang dikehendaki, untuk makan bersama dari makanan-makanan yang telah dihadiahkan kepadanya. |