بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Kajian Ummahat Doha – Senin Pagi
Tanggal: 26 Shafar 1445 / 11 September 2023
Tempat: Izghowa Qatar
Bersama: Ustadz Abu Abdus Syahid Isnan Efendi, Lc, M.A Hafidzahullah



Allâh ﷻ berfirman:

وَمِنْ حَيْثُ خَرَجْتَ فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَيْكُمْ حُجَّةٌ إِلَّا الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْهُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴿١٥٠﴾

Dan dari manapun engkau (Muhammad) keluar, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu, agar tidak ada alasan bagi manusia (untuk menentangmu), kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu, dan agar kamu mendapat petunjuk.

📖 Tafsir as-Sa’di (Taisirul Karimirrahman fi Tafsiri Kalamil Mannan).

Allâh ﷻ berfirman :

فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ ٱلْمَسْجِدِ

maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.

Ayat ini menerangkan dikabulkannya do’a Rasulullah ﷺ untuk mengalihkan menghadap kabah dari semula ke Baitul Maqdis.

Banyak jibiran kepada Rasulullah ﷺ pada saat itu. Dan perintah dalam ayat ini diulangi tiga kali. Yaitu sesuai dengan tempat yang berbeda-beda.

🏷️ Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu menjelaskan faedahnya adalah untuk menguatkan, mengokohkan dan menunjukkan Allâh ﷻ bersama mereka. Sehingga keyakinan Nabi ﷺ dan para sahabatnya menjadi semakin kokoh, yang sangat diperlukan pada kondisi saat itu.

Kala itu, disaat kiblat berpindah arah, orang-orang kafir terutama Yahudi, membully Nabi ﷺ dengan mengatakan bagaimana mungkin seorang Nabi tidak istiqamah dan bahkan berkhianat terhadap ajaran nenek moyangnya Ibrahim alaihissalam. Dimana mereka menghadap baitul maqdis pindah ke arah kabah.

🏷️ Fawaid: Tidak ada hujjah atau alasan yang mereka sebutkan untuk melemahkan kaum muslimin tidak berhasil.

📖 Tafsir As-Sa’di : Karena seandainya kalian masih tetap menghadap ke Baitul Maqdis, niscaya hujjah itu akan terus ada, karena sesungguhnya ahli Kitab mendapatkan dalam kitab mereka bahwa kiblat mereka yang tetap adalah Ka’bah Baitul Haram, sedang kaum musyrikin memandang bahwa di antara kehormatan milik mereka adalah al-Baitul Haram tersebut, dan bahwa dia adalah dari ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.

Bila Nabi Muhammad ﷺ tidak berkiblat ke arahnya, niscaya bantahan-bantahan mereka akan tertuju kepada beliau dengan berkata, Bagaimana dia mengaku menganut ajaran Nabi Ibrahim sedangkan dia termasuk keturunannya, namun dia me-ninggalkan menghadap kiblatnya? Oleh karena itu, dengan menghadap ke arah kiblat, maka tegaklah hujjah atas ahli kitab dan kaum musyrikin sekaligus serta lenyaplah bantahan mereka atas beliau ﷺ kecuali orang-orang yang zhalim di antara mereka.

🏷️ Apabila telah ada hujjah yang jelas, dari Wahyu dan Sunnah melalui para ulama, maka tidak perlu ragu untuk menyampaikan kepada yang lain.

📖 Tafsir As-Sa’di : Oleh karena itu Allâh ﷻ berfirma, فَلَا تَخْشَوْهُمْ “Maka janganlah kau takut kepada mereka,” karena hujjah mereka adalah batil, sedangkan batil itu adalah seperti namanya sendiri yaitu sesuatu yang ditinggalkan, dan ahli kebatilan ditinggalkan.

🏷️ Hal ini berlaku umum, tatkala masyarakat menghina karena kita mengamalkan agama ini. Kalamunnas la yantahi, wa in ta’mal ghaira manhi = omongan orang itu tak akan habis, walau kau tak melakukan hal yang dilarang sekalipun. Kamu tidak bisa menjadikan semua orang suka dan ridho kepadamu, so, cuekin semua ocehan buruk, lakukan aja apa yang menurut agamamu itu baik, istiqomah dan bersabarlah diatasnya…

Ayat ini berisi larangan فَلَا تَخْشَوْهُمْ . Larangan berupa لا An-Nahiyah: lam untuk melarang yang masuk pada fiil mudhari’ dan perintah وَاخْشَوْنِي.

  • Bermakna At-Takhliyah qobla at-Tahliyah yaitu mengosongkan atau membuang kemudian memakai (berhias dengannya).
  • Seperti membuang kesyirikan kemudian masukan tauhid di dalamnya. Sehingga tauhidnya menjadi murni tanpa campuran.
  • Buang kebid’ahan kemudian mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah ﷺ. Maka mengamalkan sunnah akan terasa nikmat.
  • Dalam konteks ayat ini : Kosongkan diri kemudian takutlah kepada Allâh ﷻ.

Semuanya kembali kepada ilmu yang dapat mengetahui hak dan batil.

Kata تَخْشَوْهُمْ menggunakan kata khosyah bukan khauf. Alasannya:
▪️ Khosyah:
– Rasa takut yang didasari pengetahuan.
– Rasa takut berdasarkan keagungan hal yang ditakuti.
▪️ Khouf:
– Rasa takut tidak berdasarkan pada pengetahuan.
– Rasa takut yang didasari oleh lemahnya orang yang takut.

Maka, para ulama itulah yang paling takut kepada Allâh ﷻ.

Allah Ta’ala berfirman:

( إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ )

Sesungguhnya di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya hanyalah para Ulama, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Surat Fathir: 28)

🏷️ Fawaid: untuk menyempurnakan nikmat Allâh ﷻ hingga arah kiblat dialihkan ke arah kabah. Dan ini dirasakan oleh Nabi-Nya dan para sahabat.

📖 Tafsir As-Sa’di : Dan karena perintahNya tentang peralihan dalam menghadap kiblat bagi kita adalah sebuah nikmat yang besar, kasih sayang dan rahmatNya terhadap umat ini senantiasa bertambah, dan setiap kali Dia mensyariatkan kepada mereka suatu syariat agama itu merupakan suatu kenikmatan yang besar, maka Dia berfirman, وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ “Dan agar Kusempurnakan nikmatKu atas kamu.” Maka dasar kenikmatan itu adalah hidayah kepada agamaNya dengan mengutus RasulNya dan penurunan kitabNya, kemudian setelah itu ada kenikmatan-kenikmatan pelengkap bagi nikmat dasar ini yang tidak dapat dihitung banyaknya dan tidak dapat dibatasi sejak Allah mengutus RasulNya hingga mendekati kepergian beliau dari dunia.

Apa beda dengan ayat lainya? Allah menurunkan wahyu:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا

Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmatKu, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma`idah: 3).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullahu: Surat Al-Baqarah menyebutkan kesempurnaan nikmat yang khusus yaitu khusus tentang perubahan kiblat dari baitul maqdis ke ka’bah musyarofah. Sementara di surat Al-Maidah berlaku umum, yaitu untuk syariat secara umum, bentuk nikmat yang telah disempurnakan.

Kedua ayat di atas menunjukkan adanya hakikat syariat adalah nikmat, jadi jangan membenci syariat. Jangan terpaksa dan merasa terbebani. Murnikan amalan syariat karena Allâh ﷻ. Jika masih belum menikmati ibadah yang kita lakukan, maka perlu dipertanyakan niat ibadah kita.

🏷️ Diakhir ayat Allâh ﷻ memberikan konklusi: Segala puji hanya milik Allah atas segala karuniaNya yang tidak mampu kita hitung, apalagi untuk mensyukurinya, وَلَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ “dan supaya kamu mendapat petunjuk,” maksudnya, kalian mengetahui kebenaran lalu mengamalkannya.

Karena hidayah ada dua: hidayah al-Irsyad berupa ilmu atau nasehat dan hidayah taufiq berupa amalan-amalan yang mampu kita lakukan. Karena tidak semua orang yang berilmu, mampu mengamalkan ilmu tersebut.

Dalam konteks ayat ini: Allâh ﷻ mewahyukan ilmu agar pindah kiblat dan Nabi ﷺ diperintah untuk mengamalkannya, berupa pindah kiblat tersebut, meskipun pada saat itu sedang shalat. Yang saat itu mendapatkan halangan dari kaum kafir terutama Yahudi.

Pengamalan ayat ini bersifat umum yang seharusnya kita lakukan pada saat ini. Istiqamah dalam menuntut ilmu dan mengamalkannya serta mendakwahkannya.