Buah Mengimani Takdir
Pembahasan lanjutan membahas buah yang didapat jika paham akan Takdir
DAURAH QATAR KE-23
Bersama: Ustadz Ahmad Zainudin, Lc Hafidzahullah
Messaied, 17 Mei 2023 / 27 Syawal 1444
Ringkasan kajian pada Daurah Qatar ke-23 yang disampaikan oleh Ustadz Ahmad Zainuddin Al-Banjary Hafidzahullah.
Tanya Jawab:
Setelah memuji Allâh Ta’ala dan bershalawat kepada Nabi ﷺ, Ustadz mengawali kajian dengan mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan kepada kita, hingga dipertemukan di rumah Allâh ﷻ untuk menuntut ilmu syar’i.
Judul kajian kita pada hari ini adalah Buah Manis Beriman kepada Taqdir maksudnya adalah keutamaan-keutamaan beriman kepada takdir Allâh ﷻ. Taqdir adalah ketetapan Allâh ﷻ kepada seluruh makhluk yang berdasarkan ilmu Allâh ﷻ yang azali 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi yang ditulis di lauhul mahfudz, berdasarkan kehendak dan ciptaan Allâh ﷻ.
Seperti fulan lahir tanggal sekian di tempat A, si fulan rezekinya sekian dan sekian, si fulan ditetapkan di akhirat sebagai penghuni surga atau neraka dan lainnya.
رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفِ
“Pena telah diangkat dan lembaran telah kering”
Ketika pena telah diangkat dan lembaran telah kering, saat itulah seorang manusia telah ditetapkan baginya rizki, ajal, kesulitan dan kesenangan (hidup).
Beriman kepada takdir ada empat unsur : Allâh ﷻ mengetahui, menulis, berkehendak atas segala sesuatu dan menciptakan segala sesuatu.
Buah manis beriman kepada takdir, antara lain:
1. Terbebas dari kesyirikan: kekuasaan Allâh ﷻ
Karena Allâh ﷻ lah yang berkuasa atas segala sesuatu, meyakini bahwasannya Allah Maha Mengetahui, berkehendak dan menciptakan segala sesuatu yang sudah terjadi, yang sedang terjadi, yang akan terjadi, bagaimana terjadinya, Allah subhanahu wa ta’ala mengetahuinya jikalau terjadi.
Orang yang beriman terhadap takdir Allah mengetahui bahwa seluruh yang ada terjadi di bawah kehendak Allah, mengikuti ketentuan Allah. Allah adalah Dzat Yang Maha Memberi kepada siapa saja yang Dia kehedaki dan Dia adalah Dzat Yang Maha Menahan kepada siapa saja yang Dia kehendaki, tidak ada yang dapat menolak takdir dan hukum Allah. Hal ini merupakan bentuk pentauhidan kepada Allah, sehingga orang yang memiliki keyakinan semisal ini tidak akan mendekatkan dirinya dalam masalah ibadah melainkan hanya kepada Allah dan terhindar dari perbuatan kesyirikan.
Dikabulkannya do’a orang yang Mudhthar:
Orang yang مضطر (mudhthor) pasti dikabulkan oleh Allah Taala, sifat orang yang مضطر adalah:
1. Merasa di dalam qalbunya hanya ada kematian di depannya.
2. Memutuskan hubungan dan harapan kecuali dari Allah
3. Berdoa yang ikhlas murni hanya kepada Allah Taala semata.
أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَإِلَٰهٌ مَّعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَّا تَذَكَّرُونَ
Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya). QS. An Naml: 62
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah). QS. Al Ankabut: 65.
2. Hidupnya di atas keadaan yang kokoh/teguh apapun keadaannya
Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Al Hadid ayat 21-22:
سَابِقُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا كَعَرْضِ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِۙ اُعِدَّتْ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِاللّٰهِ وَرُسُلِهٖۗ ذٰلِكَ فَضْلُ اللّٰهِ يُؤْتِيْهِ مَنْ يَّشَاۤءُ ۚوَاللّٰهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيْمِ
21. Berlomba-lombalah kamu untuk mendapatkan ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, yang diberikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.
مَآ اَصَابَ مِنْ مُّصِيْبَةٍ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِيْٓ اَنْفُسِكُمْ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مِّنْ قَبْلِ اَنْ نَّبْرَاَهَا ۗاِنَّ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرٌۖ
22. Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.
Karena sifat manusia dalam surat Al-Maarij ayat 19 – 21 disebutkan:
۞ اِنَّ الْاِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوْعًاۙ
19. Sungguh, manusia diciptakan bersifat suka mengeluh.
اِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوْعًاۙ
20. Apabila dia ditimpa kesusahan dia berkeluh kesah,
وَّاِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوْعًاۙ
21. dan apabila mendapat kebaikan (harta) dia jadi kikir,
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh menakjubkan perkaranya seorang mukmin itu, sesungguhnya semua urusannya baik dan hal itu tidak dijumpai pada orang lain kecuali pada seorang mukmin. Jika dirinya memperoleh nikmat lalu dirinya bersyukur maka itu baik baginya. Dan bila dirinya tertimpa musibah lalu ia bersabar maka itu juga baik baginya“. HR Muslim no: 2999.
3. Lebih bersemangat untuk mengerjakan sebab
Yaitu mengajak orang untuk berusaha, karena Allâh ﷻ yang menciptakan sebab dan menetapkan akibat dari sebab. Seperti seseorang yang tidak dikaruniai anak, ia akan berusaha untuk mencari penyebabnya dan bertawakal hasilnya kepada Allâh ﷻ.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
“Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (at-Taghabun: 11)
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah.”
Potongan hadits tersebut merupakan bagian dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya, dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu‘anhu beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Seorang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada seorang mukmin yang lemah, dan masing-masing berada dalam kebaikan. Bersungguh-sungguhlah pada perkara-perkara yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah dan janganlah kamu bersikap lemah. Jika kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu katakan: ‘Seandainya aku berbuat demikian, pastilah akan demikian dan demikian’ Akan tetapi katakanlah: ‘Qoddarallah wa maa syaa fa’ala (Allah telah mentakdirkan hal ini dan apa yang dikehendakiNya pasti terjadi)’. Sesungguhnya perkataan ‘Seandainya’ membuka pintu perbuatan setan.” (HR. Ahmad 9026, Muslim 6945, dan yang lainnya).
4. Dia akan mengetahui dirinya (tidak ujub)
Abdullah bin Mubarak menjelaskan ujub adalah “Engkau melihat bahwa pada dirimu, ada sesuatu yang tidak dimiliki oleh orang lain.” (Tadzkiratul Huffadz: 1/278)
Maka orang yang beriman kepada takdir akan tahu diri, bahwasanya apa yang ia dapat semuanya dari Allâh ﷻ dan bukan karena kuasanya. Dia akan terhindar dari sifat sombong.
Allâh ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an Surat An naml ayat 40:
قَالَ الَّذِيْ عِنْدَهٗ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتٰبِ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ يَّرْتَدَّ اِلَيْكَ طَرْفُكَۗ فَلَمَّا رَاٰهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهٗ قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ
Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka ketika dia (Sulaiman) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia.”
5. Dia akan sangat khawatir akan akhir hidupnya
Inilah kebiasaan para salafush shalih. Sehingga mereka berkata: yang merasa aman saat akhir hidup pasti binasa!. Ingatlah, kita butuh doa agar bisa istiqamah karena hati kita bisa saja berbolak-balik. Oleh karenanya, do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal quluub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا لأَكْثَرِ دُعَائِكَ يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Wahai Rasulullah kenapa engkau lebih sering berdo’a dengan do’a, ’Ya muqollibal quluub tsabbit qolbii ‘ala diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)’. ”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.”
Setelah itu Mu’adz bin Mu’adz (yang meriwayatkan hadits ini) membacakan ayat,
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami.” (QS. Ali Imran: 8) (HR. Tirmidzi, no. 3522; Ahmad, 6: 315
Bahkan sekelas Umar bin Khathab Radhiyallahu’anhu ketakutan jika termasuk golongan orang-orang yang munafik, tatkala bertanya kepada Khudzaifah bin Yaman akan hal itu.
Kejadian hadirnya setan di hadapan orang yang sakaratul maut pernah dialami langsung oleh Imam Ahmad bin Hanbal, seperti yang dikisahkan oleh putranya Abdullah bin Ahmad. Jelang Sang Imam wafat, Abdullah bin Ahmad berada di sampingnya seraya bersiap memegang kain untuk mengikat kedua rahangnya. Sang Imam tampak berkeringat. Disangka sudah mengembuskan nafas terakhir, ia kemudian kembali tersadar dan berucap, “Tidak, menjauhlah! Tidak, menjauhlah!” Ia mengatakan itu hingga berkali-kali.
6. Merasa diawasi Allâh ﷻ
Karena Allâh ﷻ mengetahui apapun yang akan dan telah terjadi.
7. Semangat berdo’a meminta kebaikan
Karena hanya Allâh ﷻ yang mengetahui kebaikan seorang hamba. Utamanya selalu berdo’a.
•┈┈┈┈┈┈•❀❁✿❁❀•┈┈┈┈┈•
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لا أَعْلَمُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar dilindungi dari perbuatan syirik yang kuketahui dan aku memohon ampun pada-Mu dari dosa syirik yang tidak kuketahui”.
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم